Kamis, 11 April 2013

CONTOH TEORI TOKOH-TOKOH TERKENAL

1. Harold Lasswell - Pelopor Teori Komunikasi

Biografi Harold LasswellHarold Dwight Lasswell lahir pada tanggal 13 Februari 1902. dia adalah seorang ilmuwan politik terkemuka Amerika Serikat dan dan seorang pencetus teori komunikasi. Dia juga adalah anggota dari Chicago school of sociology dan adalah seorang profesor Chicago school of sociology di Yale University, Selain itu dia juga adalah Presiden Asosiasi Ilmu Politik Amerika (APSA) dan Akademi Seni dan Sains Dunia (WAAS). Menurut sebuah biografi yang ditulis oleh Gabriel Almond pada saat kematian Lasswell yang diterbitkan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional pada tahun 1987, Lasswell termasuk dalam peringkat inovator-inovator kreatif dalam ilmu-ilmu sosial di abad kedua puluh." Pada saat itu, Almond menegaskan bahwa "beberapa orang akan menegaskan bahwa ia adalah ilmuwan politik yang paling asli dan paling produktif di masanya."

Bidang penelitian di mana Lasswell bekerja yaitu pentingnya kepribadian, struktur sosial, dan budaya dalam penjelasan fenomena politik. Di masa depan Ia akan tercatat menggunakan berbagai pendekatan metodologis yang kemudian menjadi standar di berbagai tradisi intelektual termasuk teknik wawancara, analisis isi, para-eksperimental teknik, dan pengukuran statistik.

Biografi Harold Lasswell
Dia terkenal karena komentarnya pada teori komunikasi:
Who (says) What (to) Whom (in) What Channel (with) What Effect
Siapa (kata) Apa (untuk) Siapa (dalam) Apa Channel (dengan) Apa Efek
Lasswell belajar di Universitas Chicago pada tahun 1920,dan sangat dipengaruhi oleh pragmatisme mengajar di sana, terutama karena dikemukakan oleh John Dewey dan George Herbert Mead. Dia lebih berpengaruh pada Freudian filsafat yang menginformasikan banyak analisis tentang propaganda dan komunikasi secara umum. Selama Perang Dunia II, Lasswell menjabat sebagai Kepala Divisi Eksperimental untuk Studi Komunikasi Waktu Perang di Perpustakaan Kongres. Ia menganalisis film propaganda Nazi untuk mengidentifikasi mekanisme persuasi digunakan untuk mengamankan persetujuan dan dukungan dari rakyat Jerman untuk Hitler dan kekejaman masa perang. Selalu melihat ke depan, di akhir hidupnya, Lasswell bereksperimen dengan pertanyaan mengenai astropolitics, konsekuensi politik dari kolonisasi planet lain, dan "Koloni Manusia Mesin."

Peran Lasswell adalah penting dalam perkembangan pasca-Perang Dunia II. Demikian pula, definisinya tentang propaganda juga dilihat sebagai sebuah perkembangan penting untuk memahami tujuan propaganda. Studi Laswell pada propraganda, yaitu membuat terobosan pada subjek untuk memperluas pandangan terkini tentang cara dan tujuan untuk dapat dicapai melalui propaganda untuk tidak hanya mencakup perubahan pendapat tetapi juga berubah dalam tindakan. Bukunya aim to indoctrinate dipandang sebagai ciri khas propaganda. Dia mengilhami definisi yang diberikan oleh Institute untuk Propaganda Analysis.

Biografi Harold Lasswell"Propaganda adalah ekspresi dari pendapat atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh individu atau kelompok dengan maksud untuk mempengaruhi pendapat atau tindakan orang lain atau kelompok untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan melalui manipulasi psikologis"

Referensi :
- Diterjemahkan oleh Nurdyansa dari http://en.wikipedia.org/wiki/Harold_Lasswell



2.  Teori Kepemimpinan Karismatik
Sumber Photo : soekarno.net
Charismatic Leadership
Individu seperti John F. Kennedy, Winston Churchill, Warrant Buffet, dan Soekarno memiliki daya tarik tersendiri sehingga mereka mampu melakukan sesuatu yang berbeda terhadap pengikutnya. Pemimpin seperti ini biasanya disebut sebagai pemimpin karismatik. Max Weber menyebutkan bahwa beberapa pemimpin memiliki anugerah berupa kualitas yang luas biasa atau karisma yang membuat mereka mampu memotivasi pengikutnya untuk mencapai kinerja yang luar biasa.
Di Indonesia, tokoh Soekarno merupakah salah satu contoh pemimpin karismatik yang sulit ditemui lagi di masa sekarang. Kemampuan Soekarno menggerakkan, mempengaruhi, dan berdiplomasi telah menyatukan berbagai suku, agama, golongan menjadi satu kesatuan yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia. Artikel ini tidak akan membahas secara spesifik mengenai Soekarno, tapi lebih menguraikan secara umum mengenai pemimpin karismatik.


Definisi Pemimpin Karismatik
Karisma berasal dari bahasa Yunani yang berarti “anugrah”. Kekuatan yang tidak bisa dijelaskan secara logika disebut kekuatan karismatik. Karisma dianggap sebagai kombinasi dari pesona dan daya tarik pribadi yang berkontribusi terhadap kemampuan luar biasa untuk membuat orang lain mendukung visi dan juga mempromosikannya dengan bersemangat (Truskie, 2002).
Pemimpin karismatik adalah pemimpin yang mewujudkan atmosfir motivasi atas dasar komitmen dan identitas emosional pada visi, filosofi, dan gaya mereka dalam diri bawahannya (Ivancevich, dkk, 2007:209).
Pemimpin karismatik mampu memainkan peran penting dalam menciptakan perubahan. Individu yang menyandang kualitas-kualitas pahlawan memiliki karisma. Sebagian yang lain memandang pemimpin karismatik adalah pahlawan.
House (1977) mengusulkan sebuah teori untuk menjelaskan kepemimpinan karismatik dalam hal sekumpulan usulan yang dapat diuji melibatkan proses yang dapat diamati. Teori itu mengenai bagaimana para pemimpin karismatik berperilaku, ciri, dan keterampilan mereka, dan kondisi dimana mereka paling mungkin muncul. Sebuah keterbatasan teori awal adalah ambiguitas tentang proses pengaruh. Shamir, dkk (1993) telah merevisi dan memperluas teori itu dengan menggabungkan perkembangan abru dalam pemikiran tenyang motivasi manusia dan gambaran yang lebih rinci tentang pengaruh pemimpin terhadap pengikut (dalam Yukl, 2005:294).

Indikator Karisma
Bukti dari kepemimpinan karisma diberikan oleh hubungan pemimpin-pengikut. Seperti dalam teori awal oleh House (1977), seorang pemimpin yang memiliki karisma memiliki pengaruh yang dalam dan tidak biasa pada pengikut. Para pengikut merasa mereka bahwa keyakinan pemimpin adalah benar, mereka bersedia mematuhi pemimpin, mereka merasakan kasih saying terhadap pemimpin, secara emosional mereka terlibat dalam misi kelompok atau organisasi, mereka memiliki sasaran kinerja yang tinggi, dan mereka yakin bahwa mereka dapat berkontribusi terhadap keberhasilan dari misi itu (Yukl, 2005).

Ciri dan Perilaku
Ciri dan perilaku merupakan penentu penting dari kepemimpinan karismatik. Para pemimpin karismatik akan lebih besar kemungkinannya memiliki kebutuhan yang kuat akan kekuasaan, keyakinan diri yang tinnggi dan pendirian yang kuat dalam keyakinan dan idealism mereka sendiri. Perilaku kepemimpinan dan perilaku dari pengikut antara lain (Yukl, 2005:294):
  1. Menyampaikan sebuah visi yang menarik
  2. Menggunakan bentuk komunikasi yang kuat dan ekspresif saat mencapai visi itu
  3. Mengambil resiko pribadi dan membuat pengorbanan diri untuk mencapai visi itu
  4. Menyampaikan harapan yangt tinggi
  5. Memperlihatkan keyakian akan pengikut
  6. Pembuatan model peran dari perilaku yang konsisten dari visi tersebut
  7. Mengelola kesan pengikut akan pemimpin
  8. Membangun identifikasi dengan kelompok atau organisasi
  9. Memberikan kewenangan kepada pengikut.
Tipe Pemimpin Karismatik
Pemimpin karismatik dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu karismatik visioner dan karismatik di masa krisis (Ivancevich, 2007:211). Pemimpin karismatik visioner mengekpresikan visi bersama mengenai masa depan. Melalui kemampuan komunikasi, pemimpin karismatik visioner mengaitkan kebutuhan dan target dari pengikutnya dengan targaet atau tugas dari organisasi. Mengaitkan para pengikut dengan target dari pengikut dengan visi, misi, dan tujuan organisasi akan lebih mudah jika mereka merasa tidak puas atau tidak tertantang dengan keadaan pada saat ini. Pemimpin karismatik visioner memiliki kemampuan untuk melihat sebuah gambar besar dan peluang yang ada para gambar besar tersebut (Barbara Mackoff dan Wenet, 2001).
Sementa tipe pemimpin karismatik di masa krisis akan menunjukkan pengaruhnya ketika system harus menghadapi situasi dimana pengetahuan, informasi, dan prosedur yang ada tidak mencukupi (Ian I. Mirtoff, 2004). Pemimpin jenis ini mengkomunikasikan dengan jelas tindakan apa yang harus dilakukan dan apa konsekuensi yang dihadapi.

Referensi :
Ivancevich, dkk. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta : Erlangga.
Yukl. 2005. Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta : Index

Minggu, 31 Maret 2013

MODEL AGENDA SETTING


TUGAS MATA KULIAH OPINI PUBLIK
NAMA KELOMPOK :
DITA ANISAH. S (111100073)
NURINDAH. M (111100051)
YUGI SUGIATO (111100056)
M. ARIF SUDRAJAT (111100070)

A. MODEL AGENDA SETTING
Teori Agenda Setting ditemukan oleh McComb dan Donald L. Shaw sekitar 1968. Teori ini berasumsi bahwa media mempunyai kemampuan mentransfer isu untuk mempengaruhi agenda publik. Teori Agenda Setting mempunyai kesamaan dengan teori peluru yang menganggap bahwa media mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi rakyat. Agenda Setting memfokuskan pada kesadaran dan pengetahuan (kognitif). Teori ini akhirnya berkembang dan banyak riset dilakukan untuk membuktikan hipotesis teori ini. Pada awal perkembangannya, riset agenda setting lebih banyak murni kuantitatif. Konsep-konsep seperti agenda media dan agenda publik, dalam tradisi kuantitatif dioperasionalkansebagai susunan urutan isu-isu yang diberitakan media massa dan susunan isu-isu yang dianggap penting di masyarakat, sehingga bisa diukur secara kuantitatif. Namun dalam perkembangannya, agenda setting digabung dan dilengkapi dengan studi kualitatif, baik sebagai pelengkap studi awal, analisis prosesnya maupun efek lanjutan.
Stephen W. Littlejohn & Karen Foss (2005:280) mengutip Rogers & Dearing mengatakan bahwa fungsi agenda setting merupakan proses linear yang terdiri dari tiga bagian.
1. Agenda media itu sendiri harus disusun oleh awak media.
2. Agenda media dalam beberapa hal memengaruhi dan berinteraksi dengan agenda publik atau naluri publik terhadap pentingnya isu, yang nantinya mempengaruhi agenda kebijakan.
3. Agenda kebijakan publik (policy) adalah apa yang dipikirkan para pembuat kebijakan publik dan privat penting atau pembuatan kebijakan publik yang dianggap penting oleh publik.
Werner Severin & James W. Tankard dalam buku Communication Theories, Origins, Methods, Uses in the Mass Media (2005) menyampaikan dimensi-dimensi tiga agenda diatas, yaitu:
1. Agenda Media
a.       Visibilitas (visibility), yaitu jumlah dan tingkat menonjolnya berita.
b.      Tingkat menonjol bagi khalayak (audiende salience), yakni relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak.
c.       Valensi (valence), yakni menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu pristiwa.
Mengukur Agenda Media, variabel media massa diukur melalui analisis isi kuantitatif. Analisis ini untuk menentukan rangking berita berdasarkan panjangnya (waktu dan ruang), penonjolan tema berita (ukuran headline, penempatan dan frekuensinya), konflik (cara penyajiannya).
2. Agenda Publik
a.       Keakraban (familiarity), yakni derajat kesadaran khalayak akan topic tertentu.
b.      Penonjolan pribadi (personal salience), yakni relevansi kepentingan individu dengan cirri pribadi
c.       Kesenangan (favorability), yakni pertimbangan senang atau tidak senang akan topic berita.
Variable agenda publik dapat diukur melalui beberapa cara:
·         Dengan meminta self-report khalayak tentang topic-topik apa yang dianggap penting oleh responden baik itu berdasarkan komunikasi intrapersonal atau berdasarkan komunikasi interpersonal responden.
·         Responden diminta mengisi isu-isu apa yang penting kedlam daftar isu-isu (topic-topik) yang disediakan peneliti.
·         Variasi dari kedua teknik diatas. Responden diberikan daftar topic yang diseleksi peneliti dan responden dimintai membuat urutan ranking mengenai penting tidaknya isu menurut persepsi responden.
·         Paired-comparisson (berpasangan-perbandingan). Setiap isu yang diseleksi sebelumnya dipasangkan dengan setiap isu yang lain dan responden diminta mengenal setiap pasang dan mengidentifikasi isu mana yang lebih penting.
·         Sedangkan variable antara dan efek lanjutan ini adalah variable yang berpotensi mempengaruhi agenda publik.
Dari perspektif agenda publik adalah sebagai berikut: faktor perbedaan individual; faktor perbedaan media; faktor perbedaan isu; faktor perbedaan salience; faktor perbedaan kultural.
1. Perbedaan individual, pengaruh agenda setting akan meningkat pada diri individu yang memberikan perhatian lebih terhadap isu-isu yang disajikan oleh media massa. Bukti-bukti empirik menunjukkan bahwa perhatian individu terhadap isi media dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, luas pengalaman, kepentingan, perbedaan ciri demografis, sosiologis.  
Bukti-bukti eksperimental (Iynenger & Kinder, dalam Haryanto:2003) menunjukkan bahwa efek agenda setting akan meningkat pada individu-individu yang memberikan perhatian lebih terhadap isu-isu yang dikaji, sedangkan intensitas perhatian sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan derajat kepentingannya.
2. Perbedaan media, yang dimaksudkan disini adalah perbedaan coverage media yang ada pada komunitas, kelompok masyarakat, wilayah atau negara tertentu. Diyakini bahwa sekalipun ada kecenderungan uniformitas dalam menyiarkan berita (isu), namun beberapa media tertentu memberikan tekanan dan porsi yang berbeda dalam menyiarkan berita. Framing dan priming merupakan salah satu bukti akan hal ini. Tekanan dan porsi yang berbeda berpengaruh terhadap aseptibilitas agenda media di kalangan audiens. Ini  berarti bahwa media yang lebih diterima oleh audiens akan mempunyai efek agenda setting yang lebih besar. 
Penerimaan audiens terhadap media merupakan salah satu faktor yang bisa meningkatkan prestige media tersebut di kalangan audiens yang bersangkutan. Berkaitan dengan masalah ini, diasumsikan bahwa bila media mampu mengangkat prestige audiens maka efek agenda setting akan meningkat. Hal lain yang bisa mengangkat prestige media di kalangan audience adalah sirkulasi (nasional, internasional), segemen pasar (kelas menengah, atas, eksekutif).
3. Perbedaan isu, dilihat dari isinya, isu bisa berupa pengungkapan masalah yang sedang dihadapi oleh individu, kelompok, atau masyarakat, isu juga bisa berupa usulan solusi untuk memecahkan masalah. Masing-masing jenis isu mempunyai efek yang berbeda dalam proses agenda setting. Oleh karena itu, seharusnya diberikan pertimbangan khusus dalam penelitian agenda setting. Sedangkan dilihat dari jenisnya, isu bisa dibedakan sebagai berikut:
  • Obtrusive issues adalah isu-isu yang berkaitan langsung dengan pengetahuan dan pengalaman individu atau khlayak. Artinya, bahwa pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh khalayak tentang isu yang bersangkuatan bukan berasal dari media, akan tetapi sudah dimiliki sebelumnya. Sebaliknya, unobstrusive issues adalah isu-isu yang tidak berkaitan langsung dengan pengetahuan/pengalaman audiens. Bukti empirik menunjukkan bahwa efek agenda setting lebih besar ditemukan pada individu-individu yang mempunyai keterlibatan langsung dengan isu yang disiarkan.
  • Selective issues adalah isu-isu atau sejumlah isu yang dipilih secara khusus, dengan alasan tertentu kemudian diukur pengaruhnya pada khalayak tertentu. Pemilihan isu(sejumlah isu) bisa dilakuakan dengan melakukan analisa terhadap isi media massa, kemudian memilih sejumlah diantaranya yang dianggap lebih menonjol dibandingkan yang lain, atau bisa juga dengan cara mengambil topik-topik yang sedang menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat.
  • Remote issues adalah isu-isu yang sama sekali di luar individu, kelompok, atau masyarakat, baik secara geografis, psikologis, maupun politis. Bukti-bukti yang dikumpulkan untuk mengevaluasi pengaruh agenda setting berkaitan dengan remote issues masih bersifat debatable. Artinya, beberapa temuan menyebutkan bahwa remote issues mempunyai efek agenda setting lebih besar. Tetapi pada saat yang hampir bersamaan, temuan yang lain menyebutkan bahwa remote issues tidak memunyai efek sama sekali.
4. Perbedaan salience, yaitu pemilihan isu berdasarkan perbedaan nilai kepentingan, dilihat dari sisi khalayak; apakah isu yang dipilih untuk menjangkau kepentingan sosial (komunitas yang lebih luas), kepentingan interpersonal (keluarga teman bergaul, tempat kerja, dsb.) ataukah kepentingan individu. Masing-masing pilihan, tentu saja, akan menimbulkan efek agenda setting yang berbeda. Oleh karena itu sangatlah bijaksana mempertimbangkan masalah ini dalam studi agenda setting.
5. Perbedaan kultural, setiap kelompok masyarakat akan menanggapi dan merespon isu yang sama secara berbeda, yang secara otomatis akan mempengaruhi efek agenda setting yang ditimbulkan. Teori norma budaya yang dikembangkan de Fleur (dalam Haryanto, 2003) menyebutkan bahwa pesan-pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa bisa menimbulkan kesan-kesan tertentu, yang oleh individu disesuaikan dengan norma-norma budaya yang berlaku pada masyarakat dimana individu itu tinggal. Sekalipun dipercaya bahwa media mampu membentuk dan merubah norma baru sebagai acuan hidup bagi kelompok masyarakat tertentu, namun bukti-bukti yang ditemukan belum sepenuhnya mendukung hipotesa tersebut. Bukti-bukti empirik yang paling kuat adalah media massa lebih mudah memperkokoh sistem budaya yang sudah berakar dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pengukuran efek agenda setting seharusnya mempertimbangkan dengan hati-hati sistem budaya yang dianut oleh individu, kelompok atau masyarakat.
3. Agenda Kebijakan
a.       Dukungan (support), yakni kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu berita tertentu.
b.      Kemungkinan kerugian (likehood of action), yakni kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan.
c.       Kebebasan bertindak (freedom of action), yakni nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah.
Beberapa contoh rumusan permasalahan berdasarkan model Agenda Setting, antara lain:
·         Apakah agenda media mempengaruhi agenda publik?
·         Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan apa yang dianggap penting oleh khalayak terhadap isu-isu politik?
·         Bagaimana pengaruh kredibilitas media terhadap anggota publik?
·         Apakah ada hubungan antara agenda media dengan agenda politik terhadap pilihan pemilih pada pemilu?
·         Dan lainnya.
Contoh proses riset agenda setting :
Judul : Pengaruh Pemberitaan kompas terhadap pembacanya
Langkah-langkah risetnya adalah sebagai berikut :
1. Menentukan permasalahan : ”Apakah Agenda Media memengaruhi Agenda publik?”
2. Menetukan Kerangka pemikiran (kerangka teori), menjawab permasalahan secara teoretis, outputnya adalah hipotesis teoritis,
Hipotesis Teoretis
Agenda Media memengaruhi Agenda publik
Definisi konseptual :
Agenda media : Isu-isu yang memperoleh penonjolan dalam media
Agenda publik : Isu-isu yang di nilai publik sebagai isu-isu yang penting
Issue                : Isu adalah kategori dalam isi media,baik komulasi dari berita-berita yang di muat secara berseri atau berita tunggal yang di muat mengenai peristiwa tertentu dimana mencakup konflik,prokontra publik atau sebuah situasi yang di anggap sebagai masalah oleh kelompok tertentu.
3. Menentukan metodologi,unit populasi,sampel,dan metodologi pengukuran

Definisi operasional :
Agenda Media : Rangking isu-isu yang di beritakan di kompas berdasarkan frekuensi pemberitaan mengenai isu-isu tersebut.
Agenda publik  : Rangking isu-isu yang dinilai penting oleh publik,berdasarkan presentase individu yang menyatakan bahwa isu-isu tersebut penting.
4. Merumuskan Hipotesis Riset :
“Semakin tinggi rangking suatu isu dalam pemberitaan kompas,semakin tinggi pula rangking isu yang bersangkutan dalam penilaian khalayak,sebaliknya semakin rendah rangking suatu isu dalam pemberitaan Kompas,Semakin rendah pula rangking isu yang bersangkutan dalam penilaian khlayak”.
5. Menentukan Metode pengumpulan Data :
Karena ada dua riset,yaitu analisi isi dan survei,maka terdapat pula dua metode pengumpulan data yang harus di lakukan yaitu dokumentasi(untuk mengukur agenda media ) dan survei khalayak kursioner (survei khalayak).
6. Menetukan metode Analisis :
Jelas riset ini menggunakan metode eksplantif,karena menjelaskan hubungan antaran minimal dua variabel

KESIMPULAN
Konsep mengenai agenda setting menjadi semakin kompleks. Studi agenda setting bukan hanya menguji hubungan antara agenda media dan agenda publik, akan tetapi mencakup bagaimana faktor-faktor eksternal mempengaruhi pemberitaan media, dan bagaimana faktor-faktor sosio-kultural mempengaruhi individu dalam memperhatikan, merespon, dan memahami isi pesan media massa.  







DAFTAR PUSTAKA
Krisyantono, Rachmat, 2006, Tekhnik Praktis Riset Komunikasi, : Kencana Prenada Media Group
Jalaluddin Rakhmat, 1994, PsikologiKomunikasi, Bandung: RemajaRosdakarya
Nurudin, 2003, Komunikasi Massa, Malang: CESPUR.
Denis McQuail, 1987, Teori Komunikasi Massa, Jakarta: Erlangga

Sabtu, 23 Maret 2013


OPINI PUBLIK MENURUT BEBERAPA PARA AHLI :

1.    Cutlip dan Center (Sastropoetro, 1990:70) menyatakan bahwa opini publik adalah sejumlah akumulasi pendapat individual tentang suatu isu dalam pembicaraan secara terbuka dan berpengaruh terhadap sekelompok orang.

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/communication-media-studies/2186729-pengertian-opini-publik-menurut-para/#ixzz2OME6nytE

2.    Clyde , opini publik adalah penilaian sosial mengenai suatu masalah yang penting dan berarti, berdasarkan proses pertukaran-pertukaran yang sadar dan rasional oleh khalayaknya (Sumarno, 1990:19).

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/communication-media-studies/2186729-pengertian-opini-publik-menurut-para/#ixzz2OMECyo6P

3.     (Sunarjo, 1984:32): (1) Opini publik merupakan persatuan pendapat (sintesa dari pendapat-pendapat orang banyak); (2) Sedikit banyaknya mendapat dukungan dari sejumlah orang; (3) Dalam opini publik orang menyatakan persetujuan atau tidak setuju terhadap gagasan atau terhadap suatu situasi, kejadian, atau peristiwa; (4). Opini publik merupakan kesatuan perasaan (emosi) dan akal, karenanya opini mudah berubah misalnya dari setuju menjadi tidak setuju; (5) Opini publik dapat dibentuk dan karena opini itu bukan suatu fakta maka belum tentu benar; (6) Opini publik mungkin sekali dilakukan dengan timbulnya suatu aksi, misalnya demonstrasi atau unjuk pendapat; (7) Tidak boleh dilupakan bahwa terbentuknya opini publik selalu memulai diskusi sosial.

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/communication-media-studies/2186729-pengertian-opini-publik-menurut-para/#ixzz2OMEO1dpS

4.    Cultip dan Center dalam sastropoetro (1987), opini adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial 


5.      Leonard W. Doob yang sering dikutip oleh para ahli, mengemukakan : “Publik opinion refrs to people’s attitudes on an issue when they are members of the same sosial group”. Doob disini memberi tekanan kepada sikap (“attitude”) sebagai sesuatu yang bernilai psikologis terhadap sesuatu isyu, manakala mereka (dalam arti “people”) menjadi anggota dari kelompok sosial yang sama. Lalu Doob mempertanyakan, kelompok mana yang terlibat, isyu yang mana yang terlibat dan mengapa masyarakat memberi respon terhadap isu tersebut. http://fikom-jurnalistik.blogspot.com/2011/03/opini-publik.html

6.    Noelle Neumann ( 1984 ) mendifinisikan opini public sebagai berikut, opini public adalah sikap atau tingkah laku yang ditunjukkan seseorang kepada khalayak jika ia tidak ingin dirinya terisolasi, dalam hal issue kontroversial , opini public adalah sikap yang ditunjukkan seseorang kepada khalayak tanpa harus membahayakan dirinya sendiri yaitu beruoa pengucilan.
Sumber : Morisan. MA . Manajemen Public Relations. 2008.Kencana Prenada Media Group. Jakarta